Kamis, 19 Maret 2009

Solo The Spirit of Java???

ini dimulai pada saat pejalanan malam itu. kutelusuri kota yang pada siang hari terlihat kokoh dengan benteng kerajaan Jawa-nya. terlihat jelas nilai kebudayaan beitu kita masuk ke dalam sela-sela kota dengan sebutan 'Solo kota Budaya' itu.

kota yang menurutku sederhana tapi anggun pada siang itu.

namun, di perjalananku pada amalam itu, semua image yang ku bangun tentangnya sedikit meleleh, meluber perlahan.

malam itu begitu membuatku tercengang. di depan kedua mataku kulihat seorang sosok cantik dengan baju yang serba minim mempromosikan dirinya pada sosok laki-laki di dalam mobil, dan pada akhirnyapun promosi itu diterimanya...huuppff....


aku, seorang mahasiswa sosiologi yang mungkin baru pertama kali kulihat hal seperti itu, membuatkui berpikir dalam, merangkai semua memoriku tentang teori-teori yang kubaca di buku tebal dengan apa yang kulihat barusan. Aku baru sadar, untuk menjadi seorang sosiolog, bukan hanya buku yang perlu di baca, melihat, mendengar dan merasakan itu penting. yups, i mean.......


tidak hanya itu,,,
malam pun menunjukkan kegagahannya, dan solo pun menunjukkan hal yang tidak pernah ditunjukkannnya pada malam hari.. aku kembali tercengang begitu melihat adanya warung remang-remang di sekitar jalan yang menjadi pusat kota solo, jalan selamet riyadi.
yang aku heran kenapa bisa tempat seperti itu bisa luput dari pengawasan pihak polisi?
padahal pada saat itu di malam yang sama, ada polisi yang sedang melakukan patroli, dan sama sekali tidak ada tindakan pada tempat seperti itu....

hupf...

kacau...



ok, what do you mean now about that guys????

Selasa, 17 Maret 2009

PEMILU...sekali lagi,,,PEMILU...hohow...

Ok, what do you think about that?
pemilu?
ya..ya..ya...
pesta demokrasi rakyat empat tahunan untuk memilih siapa aja calon-calon wakil rakyat di parlemen.
tapi apakah definisi pemilu di atas masih konsisten dengan kenyataan sekarang?
menjelang pemilu legilatif yang akan jatu pada tanggal semnilan April besok?


menurutku pribadi, hal itu sudah tidak konsisten, menurutku sekarang pemilu tidak lebih hanya sekedar ajang mencari pekerjaan yang lebih baik, ya syukur-syukur kepilih, yapi kalau nggak kepilih ya sukurin!!!!
haha..

Ok, aku bisa bilang gitu coz, sekarang ini banyak calon legislatif yang asal-asalan, ada yang dari tukang ojek, PKL, pemilik warteg. pemilik bengkel, dll.
ok, mungkin di antara mereka mempunyai alasan sudah bosan dengan para legidlatif yang tidak amanat, makanya mereka mencalonkan dirinya sendiri agar dapat mewakili rakyat dari golongan mereka.
mungkin memang itu yang mereka rasakan dan alibi mereka mencalonkan diri, tapi apakah hal itu sama dengan tujuan partai yang mengusung mereka?
bisa jadi, dan bahkan ini memang sudah menjadi rahasia umum, mungkin saja mereka mengusung caleg dari golongan menegah ke bawah dan mungkin kebanyakan dari mereka kurang mengetahui tentang 'politik' agar menarik simpati dari masayrakat dan mendapatkan kursi yang banyak di legislatif.


dan menurutku sekarang sangat sedikit caleg yang benar-benar bisa menjalankan amanatnya dengan sangat amanah. buktinya toh rakyat sudah bosan dengan janji-janji gombal mereka selama hal itu belum bisa dibuktikan.

sebenarnya apa pemilu itu?
ajang mencari pekerjaan rame2?

hohohhohohohoh...


silahkan kita renungkan sendiri-sendiri!!!!

males juga ngrenungin buat kalian,,,

hehehehehehehehehe...
just kiding...

lets go media.....

kapan ya aku nggak jadi orang males yar tulisanku dapat go media???
hohohohohohohoho... aku pengen banget menggerus semua rasa malesku yar nggak jadi benteng penghalang semuanya...



hmmmm,,,,,,,



ayo dilla harus semangat...


nggak akan ada perubahan jika kamu tidak mulai dari sekarang, dari hal terkecil dan dari diri kamu sendiri....

semua akan berjalan pada bingkainya,
sekarang tinggal dilla, mau buat bingkai sendiri atau dibuatin oleh jalan hidup yang tidak akan pernah berubah selama kita tidak pernah mencoba merubahnya....



kamu punya pilihan, atau kamu mau yang dipilih tanpa bisa memutuskan untuk diri kamu sendiri???



chose your way....!!!!!!!!

Minggu, 15 Maret 2009

di jembatan itu


DI JEMBATAN ITU


Mungkin bagi kebanyakan orang, jembatan penyebrangan buat mereka adalah sebuah fasilitas pemerintah yang sudah jarang digunakan, tapi buatku di sini, di jembatan penyebrangan yang terletak di jalan Selamet Riyadi adalah tempatku merangkai mimpi, membicarakan tentang hidup yang begitu rumit. Setiap satu malam dalam satu minggu aku sempatkan untuk ke jembatan ini bersama temanku, teman yang membuatku mengerti bahwa hidup sangat berarti. Begitu ramai di bawah, tapi yang kurasakan pada malam hari saat berada di jembatan itu adalah kesunyian yang membuatku terus merangkai mimpi dan membicarakan tentang kehidupan bersama temanku itu. Arman namanya, teman baikku selama kurang lebih tiga tahun ini. Tapi benarkah dia akan selalu menjadi temanku?


Here goes......
"Rist, ayuk pulang, besok katanya kuliah pagi, ni udah jam 3 lho. ayo gue anter ke kos lo." Arman mulai beranjak dari tempat duduknya seraya memenarik jaket Arista sahabatnya.
"Masih males pulang,Man. besok gue masuk yang jam ke dua aja deh.". Arista memang selalu begini kalau di atas jembatan penyebrangan, malas saat Arman mulai mengajaknya pulang . Arista merasa nyaman dan tenag saat berada di jembatan ini. Mungkin memang dulu dia yang selalu ngotot ingin pulang kalau jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam, tapi sekarang Arista enggan meninggalkan tempat yang di datanginya seminggu sekali itu. Menurutnya ini adalah tempat ternyaman setelah seminggu penuh otaknya berkutat dengan tugas-tugas dan kuis di kuliah.
"Ayolah Rist, ntar elo ketinggalan kuliah baru tahu rasa lho."
"Man, sekali ini aja deh gue g masuk jam pertama. Gue lagi suntuk-suntuknya nih pikiran."
"Ok, tapi kalau lain kali elo ogah-ogahan pulang lagi terus bolos lagi, gue tinggal lo yar nggak bisa pulang kos sekalian"
"Iya kakek, siap. huh, crewet banget sih."
"Ye enak aja panggil kakek." Arman mencubit lengan Arista, gemas. mereka pun bercanda semalaman di jembatan itu. Mengukir impian mereka dan membicarakan tentang kehidupan yang mereka anggap sangat berarti untuk didiskusikan.

"Rist?"
"Iya, kenapa, Man?"
"Hmmm...."
"Kenapa sih? Tadi nyuruh gue pulang, sekarang dah sampai di depan kos, kok elo malah kayak gini? Bikin pebasaran tauk. hmmm, gue tahu, elo pasti masih kangen ma gue kan? kan baru ketemu tadi setelah satu minggu nggak ketemu. Emang sih gue temen yang ngangenin, hehehe."
"Ye ge er, gue cuma mau bilang, gue laper, elo masih ada roti nggak di kamar?"
"Huu, perut ja yang dipikirin. yaudah, elo tunggu aja di luar, gue masuk ambil rotinya."
"Siap ndut."
"Ndut? Elo manggil gue apa? Coba ulangin, habis tu gue nggak jadi ambil rotinya.""
"Iya iya Arista."
"Nah gitu dong, bentar yak!"
*****
Pagi itu, Sang Surya menunjukkan kegagahannya, siap membuat mata setiap orang silau ketika melihat ke atas. Ya, pagi itu bagitu cerah, begitu ceria, setidaknya untuk kedua sahabat, Arman dan Arista.
"Ndut, elo inget tentang Dinda? yang dulu pernah gue ceritain ke elo?"
"Ha? siapa ya. Sori bro, gue lupa."
"Itu lho abak fakultas hukum yang dulu pernah gue ceritain gue naksir dia."
"Oiya, gue baru inget. Lha terus kenapa?"
"Gue pengen coba deketin dia,Ndut. Gue dapet informasi kalau dia emang nggak cuma cantik doang, tapi juga baik, dan terus pas banget ma cewek impian gue selama ini."
"Eits, bentar. mank elo dah pernah kenal diasecara langsung pa?"
"Ya, belum sih. Makanya gue mau deketin dia dulu. to know her more than last."
"Jiah, laga lo pake bahasa Inggris sehala."
"Lha menurut elo gimana,Ndut?"
"Ya, terserah elo sih,Man. Gue sih setuju-setuju aja, tapi elo harus bener-bener kenal dulu ma dia yar nantinya elo nggak nyesel kalau udah dapetin dia."
"Ok, Ndut. makasih buat dukungannya. Elo emang sohib gue paling gendut deh. hahahaha..."
"Armaaaaaaaannnnnnnnnn...!!!!!", Arista mulai mengejar Arman seperti biasa kalau karibnya itu sudah mulai jail. Mereka pun berlarian seperti anak kecil."
"Iya, Arista Prameswari, maaf!!

Di balik pohon beringin besar yang terletak pas di sebelah kanan gedung fakultas hukum universitas tunas jaya, Arman menikmati pemandangan yang membuat hatinya terus berdesir, membunyikan irama detak jantungnya yang begitu tidak beraturan. Ya, di balik pohon itu, Arman mencuri-curi foto Dinda dengan menggunakan kamera digital yang telah dipersiapkannya dari rumah, apalagi kalau bukan untuk mengambil foto gadis pujaannya.

"Woi, ngapain lo di sini?", suara Rendi membuat Arman kaget dan bangun dari khayalannya.
"Eh elo, Ren. Nggak, gue nggak ngapa-ngapain. Ni lagi foto-foto pohon aja."
"Oh, foto pohon apa pohon?", Rendi menggoda Arman.
"Ah, elo Ren. ya pohon lah."
"Udah lah, Man. Gue tau elo lagi ngintip Dinda kan? Sumpah ya, temen gue satu ini kalau masalah otomotif, Ok. Kuliah, ok. Olahraga, ok juga. Tapi kalau masalah cewek kok nggak ok ya? hahahaha"
"Kok elo bisa tahu,Ren?"
"Dari cara mata lo ngliat dia dah keliatan lagi, Man."
"Udah bro, tembak aja langsung!"
"Gila, gue nggak berani ah. Kan gue juga belum kenal di banget."
"Elo nggak berani gara-gara belum kenal atau takut di tolak?"
"Ya, dua-duanya sih."
"Wah, payah lo. Buruan kejar sebelum ntar dia keburu di gebet ma orang, nyesel lo. Yaudah, gue cabut dulu ya mau ketemu dosen ni."
"Ok, makasih ya, Bro", Arman menepuk pundak Rendi sebagai tanda mengakhiri pembicaraan mereka siang itu.

Hujan malam ini begitu lebat, membuat hati Arman berguncang hebat mengingat besok dia akan bertemu Dinda, gadis impiannya dalam forum rapat DEMA universitas. Ini akan menjadi kali ke lima Arman melihat Dinda dari jarak yang dekat, itu adalah pada waktu-waktu rapat DEMA dua mingguan seperti yang akan terlaksana besok.

Perasaan kagum Arman pada Dinda yang mungkin sekarang telah berubah menjadi cinta dimulai pada saat pertama kali rapat DEMA kepengurusan yang baru dimulai. Saat melihat Dinda memngungkapkan idenya di depan peserta rapat yang lainnya, Arman mulai tertarik melihat dia, dan dari situlah pandangan Arman tidak pernah lepas menatap Dinda pada saat rapat. dan bahkan pada hari-hari biasa Arman selalu menyempatkan diri bermain di fakultas sampingnya untuk mencuri pandang wajah Dinda yang membuatnya begitu takjub. Namun Arman memang seorang lelaki yang pemalu kalau sudah berhadapan dengan wanita. Dia tidak pernah sekalipun mencoba untuk mengenal Dinda lebih jauh dengan sekedar SMS-an atau telfon, padahal nomor handphone dan ru,ah terdaoat lengakap telpon genggam Arman. Menurut nya biarlah cinta mengalir apa adanya tanpa haru ada yang dibuat-buat.
"Ha?", Arman sedikit terkejut dan jantungnya berdetak begitu cepat saat mendengar nada panggilan dari hapenya dan nama Dinda_Dema ada di situ.
ini beneran atau gue cuman mimpi? Tanya Arman dalam hatinya begitu tidak percaya. Dengan hati yang berdebar dan nafas yang tidak beraturan, Arman mengangkat telfon dari Dinda.
"Halo?", Suara Arman sedikit bergetar.
"Halo, ini benar Muhammad Arman?"
"Iya betul."
"Syukurlah nggak salah sambung."
"Iya, ada apa Dinda?"
"Kamu tahu kalo aku Dinda?"
"Iya, aku punya nomor kamu, aku catat pada saat perkenalan anggota DEMA dulu, aku catat juga punya teman-teman."
"Gini Man, sebelumnya maaf kalau aku ganggu. aku pengen minta tolong kamu izinin aku nggak bisa ikut rapat besok atau mungkin juga sedikit terlambat masalahnya ada kuis besok pas jam rapat itu."
"Oh iya, Din, aku akan izinin kamu besok."
"Makasih ya, Man. Assalamu'alaikum."
"Iya, Wa'alaikumsalam.", Setelah menutup telpon, Arman langsung merebahkan badannya di tempat tidu, perasaannya bercampur aduk tak karuan, jantungnya masih berdetak cepat tak beraturan. Di satu sisi Arman bagai terbang, bahagianya karena begitu banya anggota DEMA, tapi Dinda memilih Arman untuk memintakan izin. Di sisi yang lain, Arman kecewa karena besok ia tidak bisa melihat secara dekat wanita yang sangat dikaguminya itu.
Kring...kring....kring...kring... bunyi telpon rumah yang ada di kamar Arman berbunyi, membuatnya bangun dari khayalannya bersama Dinda.
"Iya, halo?"
"Halo, Rista nih Man. Jemput gue di kos gih. Kita ke jembatan yuk!"
"Ha? aturan kan besok kita ke jembatannya Rist."
"Sekali ini aja,Man kita keluar jadwal. Gue butuh banget nih.", suara Arista sedikit terdengar serak.
"Elo kenapa nangis,Rist?"
"Nggak papa kok. Gimana elo mau nggak? kalo nggak, gue ke sana sendiri aja."
"Eh jangan ndut. Yaudah, gue jemput sekarang ya."

Arman melajukan mobinya sedikit agak cepat dari biasanya. Dia merasakan ada yang tidak beres dengan sahabatnya itu. Tidak biasanya Arista meminta ke jembatan di luar hari yang telah mereka sepakati. Lima belas menit kemudian, Arman sampai di depan kos Arista, dan melihat sahabatnya itu duduk di luar menunngunya.
"Ndut, ayo masuk!". Tanpa menjawab satu patah kata pun Arista langsung masuk mobil Arman dengan mata yang sembab, terlihat bekas tangisnya.
"Ris, elo kenapa sih?", di dalam mobil Arman berusaha mencari tahu apa yang terjadi dengan Arista, sampai membuatnya menangis. Tapi sepatah kata pun tak di keluarkan oleh Arista.
"Ok, terserah elo mau cerita apa nggak. Yang jelas tenangin dulu diri elo.", Arman menyerah.

Sesampainya di jembatan kesayangan mereka, Arista pun masih terdiam. Mereka duduk bersampingan seperti biasa, tapi kali ini berbeda. Mereka hanya diam, tidak seperti biasanya, mereka selalu berdiskusi. Arman mulai cemas dengan temannya itu. Dia mulai mencoba berbicara lagi pada Arista.
"Ris, tolong bilang ma gue, ada apa dengan elo?"
"Gue nggak papa,Man. Tolong biarin gue kali ini diem dulu"
"Ok!", Arman kembali ke tempat duduknya semula. Mereka pun terdiam. Tapi tidak demikian dengan hati dan pikiran mereka. Masing-masing sibuk dengan khayalannya. Arman dengan berbagai pikiran tentang apa yang sebenarnya terjadi dengan Arista, walaupun kadang dia mendapati bayangan Dinda terselip di pikirannya. Ah,Dinda kenapa kamu begitu menghipnotis hatiku, padahal belum terlalu dekat aku mengenalmu. Let me to know you more. Pikir Arman dalam hatinya di sela-sela ia menebak akan apa yang terjadi dengan Arista.

Jam mulai menunjukkan pukul dua belas malam, namun tidak sepatah kata pun yang di keluarkan Arista untuk menjelaskan apa yang terjadi dengannya pada Arman.
"Man,", Arista memanggil Arman.
Akhirnya, bisik Arman dalam hati.
"Iya, Ris. Ada apa dengan elo?", Arista tidak langsung menjawab pertanyaan Arman, dia membuka tasnya dan mencoba mengambil sesuatu di dalamnya.
"Ris?", Arman mulai tidak sabar, dia khawatir dengan keadaan Arista yang tidak seperti biasanya. Walaupun Arista mempunyai masalah, tidak biasanya dia diam dan seperti rapuh seperti saat ini.
"Ini lho,Man. Dari tadi gue mau ngasih ini ke elo." Arista menyodorkan kue tart kecil pada Arman yang telah di persiapkannya dari kos tadi.
"Apa ini Ris?"
"Hmmm...Gue tahu elo nggak bakal langsung nyambung. Jadi gue harus bilang nih, Happy birthday ya Man!!"
"Happy Birthday?"
"Man, barusan kita dah nglewatin jam dua belas malem. Kadi ini udah pagi tanggal 22 Maret, tepat di mana hari elo dilahirkan."
"Oh iya ya? hehehe, gue lupa."
"Jadi dari tadi elo ngerjain gue dengan diem terus?"
"Iya,hehehehe."
"Uuuhh dasar gendut jelek.", Arman mencubit pipi Arista yang tembem itu. Satu hal yang Arman lupa, Arista selalu bisa membuat kejutan yang tidak pernah bisa ditebak.
"Makasih ya, Ndut. Gue nggak pernah tahu gimana kalo gue nggak pernah jadi sohib gue." Arman merangkul pundak Arista, sebagai tanda betapa berartinya Arista untuk Arman.
"Man, sekarang sebelum makan kuenya, coba elo minta permintaan dulu!"
"Hmm,, Ok, walaupun gue agak nggak percaya ma hal itu, tapi gue mau berdo'a yar gue bisa nyenengin orang-orang disamping gue,dan gue mau minta..." Arman tidak meneruskan do'anya, dia memejamkan matanya dan berdo'a dalam hatinya Ya Allah, jadiaku lelaki yang beruntung untuk mendapatkan Dinda.
"Amin.."
"Man, tadi elo do'a apa dalam hati? boleh gue tahu?"
"Nggak, Ndut. Nggak penting kok."
"Oh yaudah."
"Ris, gue keliatan tua belum di umur gue yang ke dua puluh ini?"
"Yah, elo mah umur berapa aja tetep keliatan mubor."
"Ha? Apaan tu mubor?"
"Muka boros, hahahahahaha." Arista sedikit berteriak dan lari dari Arman
"Anjrit, sini lho gue cincang!!" Arman tidak mau kalah dan mengejar Arista untuk dicubit pipinya.
Malam itu sampai menjelang subuh kedua sahabat itu kembali pada rutinitas biasanya, mereka berdiskusi, bercanda dan kadang berdebat.

"Ndut, cuma kali ini kita keluar mpe pagi. Besok-besok lagi nggak boleh ya!", pesan Arman saat mengantar Arista pulang ke kos.
"Siap jelek!"


"Wah gila, gue telat nih.", gumam Arman saat akan melewati lobi gedung tempat di mana dia kuliah pada hari ini. Jalannya dipercepat tanpa melihat sekitarnya. Sampai akhirnya bruukkk..... Arman menabrak seseorang di depannya cukup keras, sehingga orang yang ditabraknya terjatuh.
"Oh maaf mbak! maaf tadi saya nggak ngliat jalan depan." Arman meminta maaf sambil menolong wanita yang ditabraknya tadi.
"Iya maz nggak apa-apa kok aku." jawab wanita itu sambil berusaha berdiri sempurna. Saat mereka telah kembali dalam keadaan berdiri, tatapan Arman pun tidak lepas dari wanita yang ditabraknya tadi, karena ternyata dia adlah Dinda, gadis pujaannya. "Mas Arman kan? salah atu anggota divisi DEMA juga kan?" Arman masih diam terpesona dengan kecantikan Dinda. "Mas, mas Arman nggak apa-apa kan?" Dinda menepuk pundak Arman. "Eh iya, ello eh maksuku kamu Dinda anak hukum yang kemarin telpon aku itu kan?" Arman menjadi salah tingkah di depan Dinda. "Iya. Eh tapi sante aja mas, panggil elo gue juga nggak apa-apa kok." "Ok kalau gitu. Eh tapi kayae gue duluan ya dah telat nih."


Di disinilah Arman sekarang duduk di kelas dengan khayalan tingkat tingginya tentang Dinda, gadis pujaannya. Mahasiswa jurusan Desain Komunikasi Visual benar-benar terhipnotis dengan kecantikan Dinda.
"Saudara Arman." tiba-tiba suara dan tepukan tangan yang mendarat di bahunya, membangunkan Arman dari khayalannya tentang Dinda.
"Eh iya, PAk."
"Coba anda jelaskan tentang apa itu Teori Bunuh Diri dari Emile Durkheim!"
"Durkheim belakangan mengembangkan konsep tentang anomie dalam "Bunuh Diri", yang diterbitkannya pada 1897. Dalam bukunya ini, ia meneliti berbagai tingkat bunuh diri di antara orang-orang Protestan dan Katolik, dan menjelaskan bahwa kontrol sosial yang lebih tinggi di antara orang Katolik menghasilkan tingkat bunuh diri yang lebih rendah. Menurut Durkheim, orang mempunyai suatu tingkat keterikatan tertentu terhadap kelompok-kelompok mereka, yang disebutnya integrasi sosial. Tingkat integrasi sosial yang secara abnormal tinggi atau rendah dapat menghasilkan bertambahnya tingkat bunuh diri: tingkat yang rendah menghasilkan hal ini karena rendahnya integrasi sosial menghasilkan masyarakat yang tidak terorganisasi, menyebabkan orang melakukan bunuh diri sebagai upaya terakhir, sementara tingkat yang tinggi menyebabkan orang bunuh diri agar mereka tidak menjadi beban bagi masyarakat. Menurut Durkheim, masyarakat Katolik mempunyai tingkat integrasi yang normal, sementara masyarakat Protestan mempunyai tingat yang rendah. Karya ini telah mempengaruhi para penganjur teori kontrol, dan seringkali disebut sebagai studi sosiologis yang klasik.
"Ok, bagus sekali saudara Arman."
"Terimakasih, Pak!"

Mungkin Arman adalah salah satu mahasiswa yang sering melamun di dalam kelas apalagi akhir-akhir ini setelah pikirannya banyak menjamah tentang Dinda, tapi jangan salah, walaupun begitu dia adalah salah satu mahasiswa yang pandai. Dia dan Arista dengan cara dan sikap yang berbeda, namun kedua sahabat karib ini sama-sama mahasiswa yang pintar di dalam kelas.


"Man, elo ngapain ngelamun terus? kesambet loe baru tahu rasa ntar."
"Iya, emang gue udah kesambet."
"Ha?" Arista hampir tersedak mie yan dimakannya karena kaget dengan apa yang barusan didengar dari mulut Arman.
"Eh, napa loe Rist? ini elo minum dulu."
"Lha habisnya elo juga ngagetin, pake bilang udah kesambet segala."
"Mank kesambet apa loe?"
"Kesambet Dinda"
"Oalah itu tah? eh, mank elo dah mpe mana deketin Dinda?"
"Belum mpe mana-mana, tapi liat deh, bentar juga gue dapet."
"Uh, kepedean lu." Arista mendaratkan satu jitakan yang lumayan keras di kepala Arman.
"Eh, kampret sakit tau Ris."
Arista kemudian berlari secepatnya agar tidak mendapatkan cubitan balasan dari Arman, karena itu memang yang sering Arman lakukan, mencubit Arista sekeras mungkin kalau dia gemes.


GO ARMAN...!!!!
Gue harus dapetin Dinda, dia nggak boleh lepas gitu aja. Arman mengacungkan genggaman tangannya ke atas atap kamarnya. Kali ini Arman tidak main-main dengan niatnya untuk menjadikan Dinda kekasihnya. Arman mengambil telpon genggamnya dan segera menghubungi Arista.
"Hey Ris!"
"Iya, napa Man?"
"Ke jembatan yuk Bro!"
"boleh-boleh, gue juga lagi suntuk nih"
Ok, siap ya, gue jemput sekarang."
"ho'oh."

Tidak berapa lama kemudian, Arman sampai di kos-kosan Arista, dan mereka langsung meluncur ke tempat favorit mereka, jembatan penyebrangan di malam hari.

Seperti biasa, mereka akan terdiam beberapa menit di jembatan untuk menikmati lampu kota di malam hari, malam itu pukul sepuluh malam, jalan mulai sepi, bagi mereka inilah kecantikan kota sesungguhnya, di malam hari, di atas jembatan. Ya, mereka sungguh menikmatinya.
"Ndut, tau gak napa loe gue ajak ke sini, padahal nggak jadwalnya."
"Tau."
"Apa coba?"
"Palingan juga elo lagi bete atau kalo nggak loe mau curhat tentang Dunda."
"Wah, NdutQ satu ini pinter juga ya?"
"Rese loe Man." Arista meluncurkan satu cubitan di lengan Arman.
"aduh..aduh ndut, sakit tauk.." Arman mengaduh, Arista tersenyum puas.

Untuk beberapa menit, mereka kembali terdiam dan berada dalam khayalannya masing-masing. Arman kembali dengan lamunannya tentang Dinda. Besok dia akan mengungkapkan semuanya pada Dinda, jantungnya tidak berhenti berdegub kencang.
"Man, elo kapan mau nembak Dinda?"
"Besok."
"Besok?"
"Ho'oh, Kenapa Ndut?"
"Hmm, gak papa. Elo yakin?"
"Iya, gue yakin. Nggak tau kenapa, gue ngrasa Dinda spesial banget."
"Hmm.."
"Elo dukung gue kan, Ndut?"
"He'em."
"Tapi,"
"Tapi apa, Ris?"
"Nggak kok, nggak apa-apa."
"Apa tha ndut? elo bikin gue penasaran."
"Bukan apa-apa kog,Man."
"Yakin?"
"Yup!"

Ada sesuatu yang aneh di perasaan Arista, entah kenapa Arista begitu takut saat mendengar besok Arman akan mengungkapkan semua perasaannya pada Dinda. Jantungnya berdebar begitu kencang.
"Man, kalo misalnya Dinda nerima elo, elo masih punya waktu buat gue nggak?"
"Ndut, ngomong apa sih?"
"Jawab dong ,Man!"
"Ndut, gue emang cinta ma Arista, tapi elo hidup gue. Gue nggak mungkin lupa dan nggak punya waktu buat temen gue paling gendut ini. Ndut, elo cemburu ya?" Arman menggoda Arista yang mukanya sedikit cemberut.
"Jiah, najis deh cemburu. Awas kau Arman jelek!" Arista mengejar Arman yang mulai berlari menhindari cubitanyya.

to be continue,,,,,